Kemiskinan (poverty) merupakan problem klasik yang ada di setiap proses pembangunan di manapun di dunia ini. Pada satu sisi, pembangunan dikatakan berhasil dengan berkembangnya produk budidaya manusia, di sisi lain meninggalkan jejak berupa kemiskinan sebagai akibat prosesnya yang tidak merata, yang tidak dirasakan oleh setiap orang. Berbagai produk pembangunan di Indonesia khususnya hanya dirasakan oleh segelintir orang, sedangkan masyarakat miskin seakan tidak mampu melepaskan diri dari kemiskinannya.
Program penanggulangan kemiskinan yang dimulai sejak Pelita pertama sudah menjangkau seluruh pelosok tanah air. Upaya itu telah menghasilkan perkembangan yang positif. Namun demikian, krisis moneter dan ekonomi yang melanda Indonesia sejak tahun 1997 telah mengecilkan arti berbagai pencapaian pembangunan tersebut.
Krisis pada satu sisi telah menimbulkan lonjakan pengangguran dan dengan cepat meningkatkan kemiskinan di perdesaan dan perkotaan. Namun pada sisi lain krisis ini juga telah menyadarkan kita bahwa dengan pendekatan yang dipilih dalam penanggulangan kemiskinan perlu diperkaya dengan upaya untuk mengokohkan keberdayaan institusi komunitas agar pada masa berikutnya upaya penanggulangan kemiskinan dapat dijalankan sendiri oleh masyarakat secara mandiri dan berkelanjutan.
Apabila diperhatikan, telah banyak program-program pemerintah dalam menanggulangi kemiskinan seperti Program IDT (Inpres Desa Tertinggal), PDM-DKE (Pemberdayaan Daerah dalam Mengatasi Dampak Krisis Ekonomi), P2KP (Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan), dan lain sebagainya. Program-program ini bertujuan untuk menyalurkan dana bantuan dengan memanfaatkan pendekatan-pendekatan formal menyangkut keberadaan desa-desa miskin.
Dalam proses penyaluran dana bantuan, terjadi beberapa kesulitan khususnya untuk menentukan desa-desa mana yang seharusnya mendapatkan bantuan. Kriteria desa rawan miskin seringkali tidak cukup akurat, sehingga dapat menyebabkan terjadinya bias pada penyaluran dana bantuan. Sehingga ada istilah bahwa dana bantuan tersebut tidak tepat lokasi atau tepat sasaran, yang berakibat pada tidak terterimanya bantuan pada desa-desa yang sebenarnya sangat memerlukannya.
Kelemahan pada sistem kriteria desa rawan miskin tersebut, menjadikan penyaluran dana bantuan tidak optimal, yang pada akhirnya menjadikan dana bantuan tidak dapat menolong desa-desa miskin yang seharusnya bisa merasakan bantuan tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar